Muhammad Sanusi (82) pernah berjuang untuk Indonesia di banyak ajang balap sepeda internasional, termasuk Olimpiade Roma 1960. Setelah tak dapat lagi jadi atlet, dia jadi pengantar alias loper koran.
Pria kelahiran Kebun Klumpang, Hamparan Perak, Deli Serbersamag, Sumatera Utara, 21 September 1930, ini terpaksa melakoni pekerjaan sebagai pengantar koran untuk menafkahi keluarganya. Setiap hari, dia harus mengayuh sepebersamaya puluhan kilometer untuk mengirim surat kabar dari Kantor Wali Kota Mebersama ke sejumlah instansi di lingkungan Pemerintah Kota Mebersama.
"Hasilnya Rp 200 ribu sebulan ya buat makan, dapat beli apa ya?" ucap Sanusi dengan logat Jawa yang kental.
Pekerjaan mengantar koran sudah dilakoni Sanusi sekitar 30 tahun. Selain itu, setiap Jumat dia juga membantu-bantu di Masjid Agung Mebersama. "Dulu saya juga pernah bekerja jaga malam di Jalan Hang Tuah bersama anak saya," tutur Sanusi.
Melihat aktivitas bersama kehidupannya sekarang, banyak yang tak menyangka Sanusi pernah menorehkan prestasi bersama mengharumkan bangsa di masa mubersamaya. Dia merupakan pembalap sepeda andalan Indonesia bersama Munaip Saleh, Theo Pelupesy, Hamzin Rusli, Endra Gunawan, Wahyu Wahdini, Aming Priyatna, Frans Tupang, Hendrik Tan, Hendarto, Sofyan Rosihan, Tio Tik Hong, bersama Nick.
Selain juara beregu, Sanusi muda juga berulang kali menjuarai nomor perseorangan di ajang balap internasional. "Di Olimpiade Roma, saya pebalap Asia pertama yang sampai di finis. Selain itu, saya pernah juara di Belanda, Maroko, Jepang, Yunani, Pakistan, Malaysia bersama banyak lagi, saya sampai lupa. Medalinya ada di rumah, saya simpan takut hilang," sebutnya sambil menyusun tumpukan koran yang akan dibawa dengan sepeda bututnya.
Sebelum membalap di Olimpiade Roma, Sanusi ikut lomba bersama menang di Belanda. Di sana dia bertemu Irma Meeweisen, pembalap perempuan negeri kincir angin itu. Mereka menikah di Yogya setelah Olimpiade Roma.
"Istri saya dulu bekerja di Malaysia Airlines, dia kan dapat Bahasa Belanda bersama Inggris, sekarang sudah pensiun," ucapnya.
Dalam keterbatasan keluarganya, Sanusi bersama Irma terus bersama. Mereka dikaruniai lima anak, 12 cucu, bersama seorang cicit. Setelah belasan kali pindah kontrakan, kini pasangan Sanusi bersama Irma bersama dua cucunya yang yatim piatu menetap di kawasan Kampung Lalang, Sunggal, Deli Serbersamag.
"Saya dibelikan rumah sama Menteri Olahraga Adhyaksa Daud, tahun 2008. Harganya Rp 100 juta, saya 85 kali cari rumah yang pas, akhirnya ketemu rumah milik orang Aceh yang perlu uang jadi harganya miring, ukurannya 12,5 x 12,5 meter," ucap Sanusi.
Sanusi hanya satu dari sekian banyak pahlawan bangsa yang harus berjuang untuk mempertahankan hidup. Di momen Hari Pahlawan ini, Sanusi berharap mantan atlet mendapat perhatian dari pemerintah. "Maunya ada semacam pensiun ya," pungkasnya.
sumber :http://www.merdeka.com/peristiwa/kisah-sanusi-pembalap-olimpiade-yang-jadi-loper-koran.html
0 komentar:
Posting Komentar